Minggu, 07 Oktober 2018

BURDAH MADIHIL MUBARAKAH

MARI KITA BACA MAULID BURDAH...!!!

GURU SEJATI


GURU SEJATI
Hasil gambar untuk GURU NGAJAR            Abu ‘Amr pada permulaan suluknya berulangkali mendatangi majlis yang dipimpin oleh Abu ‘Utsman.  Nasehat-nasehat Abu ‘Utsman menyentuh hatinya sehingga dia pun bertobat, kemudian setelah beberapa lama beliau mengalami fatrah. Kemudian setiap kali bertemu dengan Abu ‘Utsman, Abu ‘Amr menghidar dan tidak pernah lagi mendatangi majlisnya. Suatu hari secara kebetulan Abu’ Utsman bertemu dengan Abu Amr, Abu ‘Amr segera berpaling dan menyusuri jalan yang lain. Abu ‘Utsman membututinya dan mengejarnya. Akhirnya, Abu ‘Amr tidak dapat menghindar lagi, Abu ‘Utsman berhasil mengejarnya. Pada saat itulah Abu ‘Utsman erkata kepadanya:
            “Duhai anakku, janganlah engkau berteman dengan seseorang yang hanya mencintaimu jika engkau mampu menghindarkan diri dari semua dosa. Sesungguhnya saat engkau masih terjerumus dosa seperti saat ini justru aku bermanfaat untukmu.”
            Mendengar ucapan tersebut, Abu ‘Amr pun kembali bersemangat untuk beribadah.

Sumber: ‘Abdul Karim bin Hawazin al-Qusairy, ar-Risalatul Qusyairiyyah, Dar al-Kheir, hal. 93.

MENIKAH KARENA MENGHARGAI SUMPAH


MENIKAH KARENA MENGHARGAI SUMPAH
            Suatu ketika Syeikh Abu ‘Utsman an-Naisaburi ditanya, “Amal apakah yang paling kamu harapkan pahalanya di sisi Allah?”
Hasil gambar untuk MENIKAH            Beliau menjawab, “Dahulu saat aku masih muda dan perjaka, keluargaku berulang kali memintaku untuk menikah akan tetapi aku selalu menolaknya. Suatu hari seorang wanita mendatangiku dan berkata,
            “Duhai Abu ‘Utsman, sungguh aku sangat mencintaimu, maka demi Allah nikailah aku.”
            Tak lama setelah itu ia datang kembali bersama ayahnya yang miskin dan kamipun menikah. Ayahnya pun merasa sangat bahagia. Ketika kami berduaan ternyata dia adalah seorang wanita yang bermata juling, berkaki pincang, dan wajahnya menyeramkan. Karena cintanya yang begitu besar kepadaku, ia mencegahku keluar dari rumah. Demi menjaga hatinya akupun tinggal di rumah dan tidak sedikitpun kutunjukkan rasa benciku kepadanya. Selama lima belas tahun aku hidup bersamanya hingga ajal menjempunya. Inilah amal yang paling kuharapkan pahalanya di sisi Allah.”

SERATUS DINAR UNTUK MENGAJARKAN AL-QUR'AN


SERATUS DINAR UNTUK MENGAJARKAN AL-QUR’AN
            Seorang sufi menyerahkan pendidikan Al-Quran anaknya kepada seorang guru. Ketika sang anak sudah dapat membaca Al-Quran dengan baik hingga surah Ar-Rahman, sang ayah memberi guru tersebut uang sejumlah serataus dinar sebagai hadiah. Akan tetapi guru tersebut menolaknya dan menganggap pemberian itu terlampau banyak. Melihat sikapnya, sang sufi berkata, “Maaf, serahkan putraku kepadaku, aku tidak berkenan engkau mendidiknya lagi.”
Hasil gambar untuk AL QURAN
            “Mengapa demikian?” Tanya guru tersebut keheranan.
            “Karena engkau tidak memuliakan Al-Quran. Engkau menganggap pemberianku sebesar seratus dinar terlampau banyak. Sebenarnya, seandainya kuberikan seluruh hartaku kpadamu sebagai hadiah atas jasamu mengajari Al-Quran kepadanya, maka semua itu masih sedikit.” Jawabnya.
            Sufi tersebut kemudian menyerahkan pendidikan Al-Quran anaknya kepada guru lain. Dan gurur yang menolak pemberiannya tersebut menyesali sikapnya.

Sumber: Habib ‘Ali bin Muhammad al-Habsyi, Kalam Habib ‘Ali bin Muhammad al-Habsyi manuskrip, Juz akhir, hal 2

MENDERMAKAN APA YANG MELEKAT DITUBUH


MENDERMAKAN APA YANG MELEKAT DITUBUH
            Suatu hari seorang pria datang menemui Ahmad bin Abil Hawari dan berkata kepadanya, “Semalam istriku melahirkan anak laki-laki, akan tetapi sampai saat ini kami tidak memiliki sesuatu pun untuk membiayai semua keperluannya.”
            “Pagi  ini aku juga tidak memiliki apa-apa selain dua kain yang menutupi tubuhku ini. Pilihlah yang terbaik dan juallah. Gunakan uang hasil penjualan itu untuk keperluan bayi kalian.”
            “Kain yang menutup bagian bawah tubuhmu lebih bagus.”
Hasil gambar untuk GAMBAR UANG DIRHAM           Ahmad bin Abil Harawi pun segera menjauh, melepas kain tersebut dan hanya mengenakan satu kain untuk menutup tubuhnya. Setelah menerima kain itu, lelaki itu pun segera pergi meninggalkan beliau. Tak lama kemudian, beliau juga pergi keluar kota melewati sebuah tempat yang bernama Jairun. Ketika beliau sedang meniti anak tangga, tiba-tiba seorang pria menghampirinya, mengucapkan salam dan berkata, “ ‘Umair bin Jausha’ menitipakan salam untukmu dan menghadiahkan uang sebesar tiga puluh dinar ini, terserah engkau gunakan untuk apa.” Mendengar ucapannya, Ahmad berkata,” Aku baru saja berderma sehelai kain, DIA (Allah SWT) segera memberiku tiga puluh dinar. Betapa lalainya aku.” Beliau menjerit dengan suara yang sangat keras dan terjatuh. Seandainya pria itu tidak memegang tubuhnya, tentu wajahnya akan hancur.

Sumber: ‘Umar bin ‘Ali bin Ahmad al-Mishri, Thobaqatul auliya, Dar al-Kutubil ‘ilmiyah,2006. Hal. 57


MENUTUP AIB


MENUTUP AIB
            Suatu hari di Kota Baghdad, seorang wanita mendatangi Ahmad bin Mahdi dan menceritakan kepadanya, bahwa ia adalah anak gadis seseorang dan kini tengah mengalami musibah. Ia meminta Syaikh Ahmad bin Mahdi bersumpah untuk membantunya menutup aibnya. Beliau pun bertanya kepada wanita tersebut:
Hasil gambar untuk gambar anak kecil            “Musibah apa yang kau alami?”
            “Aku diperkosa dan kini aku hamil. Dan aku telah berkata kepada masyarakat bahwa engkau adalah suamiku, ayah dari anak yang kukandung ini. Tolong jangan permalukan aku. Tolong tutuplah aibku ini, semoga Allah menutup aibmu,” jawabnya.
            Syaikh Ahmad bin Mahdi terdiam dan wanita itu kemudian meninggalkan beliau begitu saja. Beberapa bulan kemudian, kepala desa dan sejumlah tetangga wanita itu datang mengunjungi Syaikh Ahmad untuk mengucapkan selamat, karena wanita yang mengaku sebagai istri beliau itu telah melahirkan seorang putra. Syaikh Ahmad pun menampakkah wajah bahagia kepada mereka semua dan keesokan harinya menyerahkan uang dua dinar kepada kepala desa agar diserahkan kepada wanita tersebut sembari berkata, “Tolong serahkan uang dua dinar ini kepada istriku agar ia dapat membiayai semua keperluan anaknya. Anak itu telah mempersatukan kami.”
            Setelah itu setiap bulan Syaikh Ahmad mengirimkan uang dua dinar kepada wanita yang mengaku sebagai istrinya tersebut. Ketika mencapai usia dua tahun, sang anak meninggal dunia. Masyarakat pun berbondong-bondong mendatangi Syaikh Ahmad untuk mengucapkan bela sungkawa. Beliau menampakkan wajah pasrah dan ridha kepada mereka semua. Sebulan kemudian, di malam hari, wanita itu kembali mendatangi Syaikh Ahmad dengan membawa semua uang yang beliau kirimkan selama dua tahun tersebut. Wanita itu mengembalikan semua uang itu sembari berkata, “Semoga Allah menutup aibmu sebagaimana engkau telah menutup aibku.”
            “Semua uang ini dahulu telah kuniatkan untuk kuberikan kepada anakmu, sekarang ambillah untukmu, terserah engkau gunakan untuk apa,” jawab Syaikh Ahmad.


Sumber: Dr. Musthafa Murad, Qishahul Sholihin, Dar al-Fajr Litturats, Cet. I Mesir, 2004. Hal. 99

BURDAH MADIHIL MUBARAKAH

MARI KITA BACA MAULID BURDAH...!!!