AKHLAQ MULIA
Akhlak yang mulia (husnul hulq)
adalah sifat yang mencakup semua jenis kebaikan, ketaatan, dan amal. Pada
hakikatnya akhlak adalah sebuah sifat dalam nafsu yang mendorong seseorang
untuk melakukan berbagai perbuatan dengan mudah tanpa berpikir sebelumnya.
Akhlak dibagi menjadi dua, mulia dan tercela. Secara global yang dimaksud
dengan akhlak mulia adalah hubungan dan persahabatan yang baik dengan Sang
Pencipta (Allah) dan ciptaan-Nya.
Berakhlak mulia kepada makhluk
adalah dengan mengetahui bahwa mereka adalah rahasia takdir. Semua perilaku,
bentuk fisik, rezeki, dan ajal mereka telah ditentukan. Kemudian kita berbuat
baik kepada mereka sesuai kemampuan. Sehingga mereka merasa aman dari gangguan
kita dan mencintai kita sesua pilihan mereka.
Berakhlak mulia kepada Sang Pencipta
adalah dengan menyibukkan diri melaksanakan semua yang wajib dan sunnah, serta
mengamalkan semua keutamaan. Semua itu dilakukan dengan kesadran bahwa dia
harus meminta maaf kepada Allah atas semua kekurangannya dalam beribadah dan
bersyukur kepada-Nya atas kebenaran yang dia lakukan secara sempurna. Dia
berakhlak dengan akhlak-akhlak Allah Ta’ala, selalu berpaling dari selain-Nya,
senantiasa menghadap kepada-Nya dan tak pernah berhenti mengingat-Nya. Sehingga
hatinya berhiaskan cahaya dzikir asrarudz Dzat dan berubah menjadi
lautan yang bergejolak karena hembusan angin kedekatan dengan-Nya. Sifat-sifat
yang mulia pun akan menelusuri semua lorong jiwanya. Pada saat itulah dia telah
benar-benar berakhlak mulia.
Dasar dan langkah awal untuk
mencapai tingkatan seperti ini manusia harus berusaha memperluas hatinya
sehingga berbagai akhlak mulia ini menjadi watak dan sifatnya. Yang dimakud
dengan memperluas hati adalah usaha untuk meninggalkan semua keinginan dan
kerakusan nafsu, serta mendidik nafs untuk mampu melakukan hal-hal yang tidak
disukai dengan mengamalkan thariqah dan syari’at. Setelah nafs terbiasa dengan
berbagai kebaikan tersebut, maka pada dirinya akan muncul berbagai akhlak mulia
dan bersinar cahaya asma Allah. Sepanjang hidupnya pun dia merasa cukup dengan
Allah, berakhlak mulia secara sempurna. Dirinya menjadi gudang permata dan kain
yang indah.
Sumber: ‘Ali
bin Abu Bakar As-Sakran, Ma’arijul Hidayah, Al-Mathba’ah Al-Mishriyyah bil
Azhar, t.c., t.t., hal 18-19