DUNIA YANG
NISBI
Nasehat al-Imam al-Habib Abdullah bin Husein bin Thohir ra.
Perasaan
senang, bahagia, tentram, puas, dan lapang dada ternyata tidak timbul sebab
keinginan manusia itu sendiri. Begitu juga sebaliknya rasa sedih, kesibukan,
dangundah gulana tidak timbul karena kontradiksi harapan dan kenyataan. Segala
rasa itu adalah kesan maknawi yang ‘dialirkan’ oleh Allah SWT kedalam lubuk
hati hamba-hamba-Nya yang Dia kehendaki.
Tidak
jarang, seseorang yang hidup dalam kemiskinan, cacat fisik, dan segala hal
lainnya yang menyusahkan, namun nyatanya
ia tetap bisa menghirup perasaan legawa, sejahtera, serta bahagia. Rasa hati
yang positif itu bisa menjalar ke teman-teman dekatnya, bahkan kepada orang
yang memandang wajahnya.

Begitulah
Al-Habib Abdullah bin Husain bin Thohir ‘membaca’ gelagat manusia dalam
kehidupannya. Senguh tepat kiranya. Manusia memang sering terperdaya, mereka
senatiasa menyangka bahwa kebahagiaan hanya bisa diraih dengan materi duniawi.
Kekayaan pun mereka kejar-kejar setengah mati dan begitu mereka dapat, ternyata
semua itu hampa, kosong, tak ada apa-apanya.
Dunia
ini tak ada bedanya dengan ‘dajjal.’ Cukup sebuah hadits Nabi Muhammad saw
mengenalkan sosok dajjal kepada kita: ‘Ia (dajjal) datng dengan membawa surga
dan nerakanya sendiri. Surga versi dajjal yang disaksikan orang-orang, pada
hakekatnya adalah neraka yang membakar. Sedangkan neraka milik dajjal yang
terlihat oleh mata, ternyata itulah embun surga yang menyegarkan.’ Dunia pun
seirama.
Ketahuilah,
bahwa dunia mengusung surga dan neraka. Tidak sedikit, surga yang dihidangkan
oleh dunia ternyata menyimpan adzab, yaitu adzab di dunia dan adzab di akhirat.
Sementara itu, berapa banyak neraka dunia yang dirasakan oleh manusia ternyata
memendam sejuta nikmat, yaitu nikmat di dunia dan nikmat di akhirat.
Manakala
kita menyaksikan seseorang dikaruniai anak yang banyak, limpahan harta benda,
pakaian-pakaian yang megah, rumah dan kendaraan mewah, makan dan minumam lezat,
istri nan jelita, kebun-kebun serta tanah-tanah yang lapang, jabatan tinggi,
banyak pengikut dan popularitas, kita pasti membayangkan bahwa ia telah berada
di puncak kenikmatan dan kepuasan
Akan
tetapi, apabila kita mau merenungkan lebih jauh, kita tersadar sejatinya ia
berada di pusaran keletihan dan kepayahan, ia terkurung di dalam arus
kesumpekan dan jurang fitnah serta marabahaya. Betapa tidak, jikalau kita kaji
lagi, segenap kesusahan, keresahan dan dosa ternyata berpangkal dari
kenikmatan-kenikmatan tersebut. Surga yang semu itu pun menjelma menjadi neraka.
Coba
kita amati orang yang hidupnya pas-pasan dan merasa cukup dengan semua itu,
yang jalan hidupnya zuhud, pakaian dan rumah tinggalnya sederhana, tak memiliki
harta berlimpah, bukan tuan tanah, khumul dan tak dihiraukan orang
banyak, serta menyepi dari keramaian, niscaya akan terbit rasa iba di hati kita
akan keadaannya.
Kita
bakal menyangka bahwa orang seperti ini senantiasa digelayuti kesedihan. Kita
takkan pernah tahu bahwa hati orang macam inilah yang sebenarnya jauh lebih
bahagia dan damai dari orang model pertama tadi.
Itu
masih di dalam tataran dunia, sedangkan di akhirat kelak, manusia yang tidak
memiliki apa-apa akan mendapatkan keselamatan dan kesuksesan lebih besar
daripada si kaya raya. Dari sini kita bisa menyimpulkan, tidak sedikit bahwa
neraka dunia sebenarmya adalah surga. Memang, tidak ada kata enak dalam
kehidupan di dunia. Akan tetapi apabila kita melihat kedua macam orang diatas,
maka kita bisa menyaksikan perbedaan yang nyata.
Itulah
kenisbian dunia yang dipaparkan oleh al-Imam al-Habib Abdullah bin Husein bin
Thohir ra. Semoga mata kita terbuka hingga bisa lebih bijak lagi dalam
menyikapi hidup. Apabila dikaruniai rezeki lebih, mungkin kita bisa berbadi dan
apabila diberi cobaan kesulitan hidup, maka kita mampu bersikap kuat dan
bersabar.
Sumber
: Sebuah Nasehat Dari Bumi Para Wali, Abdul Qadir Umar Mauladdawilah